Figur
Mbok Sinem
Sinem adalah
wanita Aceh yang diperistri Midin, Serdadu Kompeni yang pada waktu itu
ditugaskan di Aceh. Midin berasal dari Jawa, orang pribumi asli, tepatnya di
Dusun Kersan Timbulharjo, Sewon, Bantul, Jogyakarta. Selama berumah tangga, pasangan
Midin dan Sinem tidak dikaruniani anak. Pada tahun 1916, Midin pensiun, Sinem
diboyong ke Jawa. Bagi Serdadu Kompeni, pensiun bukan berarti tidak bekerja
lagi, karena sesampainya di Jawa tugas baru menunggu. Midin diperintahkan
menjadi keamanan pabrik gula milik Kompeni di Pleret Bantul. Tiap hari Sabtu
Midin pulang menemui Sinem. Kurang lebih 3 tahun, Midin dipindah ke Pabrik Gula
Barongan. Di Barongan inilah Midin hampir tidak pernah pulang. karena ia jatuh
hati kepada seorang gadis, Sadinem namanya. Tanpa sepengetahuan Sinem, Sadinem
kemudian dinikahi Midin.
Sementara itu,
Sinem di dalam kesunyiannya menapaki hidup sendirian. Suami yang ia setiai
selama puluhan tahun, jarang sekali pulang. Untunglah Sinem teringat akan benda
berkhasiat yang dibawa dari Aceh, yaitu sepotong Cula Badak. Dengan benda
tersebut, Sinem mengobati para tetangganya yang sakit. Cara pengobatannya
sederhana, cula badak di rendam di dalam air klenthing, pasien yang datang
cukup menyebutkan penyakit dan keluhannya, kemudian Sinem mengambil air
klenthing dan berdoa untuk kesembuhan pasiennya. Selesai berdoa, air tersebut
diminum si pasien. Konon banyak pasien dengan berbagai macam penyakit
disembuhkan. Oleh karenanya rumah Sinem tidak pernah sepi, ada secercah
kebahagiaan, karena dalam kesendiriannya ia dibutuhkan dan berguna bagi
sesamanya.
Beberapa tahun
berlalu, pasangan Midin dan Sadinem membuahkan anak laki-laki, Slamet namanya.
Bagaimanapun juga usaha Midin untuk menutupi hal tersebut, akhirnya diketahui
Sinem. Maka Sinem memutuskan untuk datang ke Pabrik Gula Barongan, ingin
bertemu dengan marunya dan menimang anaknya. Mengetahui Sinem datang di
Barongan, Midin dan terlebih Sadinem ketakutan, tidak berani menemui Sinem.
Namun setelah diyakinkan bahwa Sinem tidak membawa rencong untuk melukai
Sadinem, seperti yang dibayangkan, akhirnya Sadinem dan Midin menemui Sinem.
Dengan tulus, wanita Aceh tersebut menerima anak hasil pasangan antara suaminya
dan Sadinem, seperti anak sendiri, bahkan sangat mengasihinya.
Pada tahun 1935,
ketika Slamet berusia 7 tahun, Midin Reso Dikrama meninggal. Figur seorang
bapak belum didapat darinya. Sedangkan dari Sadinem ibu kandungnya, ia juga
tidak mendapatkan figur seorang ibu. Justru dari Mbok Sinem (ibu sepuh) Slamet
mendapatkan figur ibu sejati. Bagi Slamet, Mbok Sinem adalah orang yang memberi
perhatian paling besar dalam pertumbuhan kehidupannya. Ia juga mengajarkan
pujian-pujian, nasihat-nasihat, dongeng-dongeng dan doa-doa.
Pada suatu pagi
di tahun 1952, Sinem berbaring lemah, ditunggu 2 orang pembantunya. Setelah ia
memakan jeruk pesanannya yang di bawa Slamet sepulang kerja di Kanisius Kidul
Loji, ia berpesan kepada Slamet "Tak omongi ya Met, yen jenengku cilik
kuwi Sinem. Saungkurku mengko, yen ana bot repot ing uripmu, nyebuta jenengku,
Sinem, ngono ya. Lan kae ana Kyai Cula Badak gawane Bapakmu saka Aceh tulung
rumaten." Untuk selanjutnya tidak ada kata keluar dari bibirnya, kemudian
napas yang terakhir dihembuskan.
Slamet
mengakhiri ceritanya, air matanya menetes, gambaran kesalehan dan kebaikan Mbok
Sinem tiba-tiba menyeruak kembali dalam hidupnya. Kyai Cula Badak yang
diwariskan Mbok Sinem masih disimpan dengan baik Di Usia 78 tahun ini, Slamet
Djoyo Sumarto, mencoba mengingat-ingat cerita tutur yang disampaikan Sinem
"Le, mula bapakmu ditugase ana Aceh kuwi kanggo ngancani Saradadu Landa
yen pinuju patroli. Jalaran yen Saradadu Landa patroli dhewe, ora dikancani
Saradadu Jawa, mesthi bakal direncong alias dipateni karo wong Aceh."
Mbok Sinem juga
mengajari beberapa donga, antara lain:
Donga sebelum
mandi :
"Nadyanta
mung adus ning aja waton adus Le! Sadurunge nggebyur sepisanan kowe perlu
ndonga mangkene :
Bismillahirrohmahirrohim.
Niat ingsun arep
adus, adusku banyu suci,
ancik-ancikku
sela panunggal,
gayung pitu
sukma wolu,
babahan hawa
sanga,
slamet kersaning
Allah, (byuuuur)
Donga sebelum
tidur
Le, supaya
turumu kepenak, ning tetep waspada, sadurunge dongaa mangkene:
Bismillahirrohmahirrohim.
niat ingsun arep
turu,
slemekku rasul,
bantalku iman,
kemulku Allah,
Laillahaillaallah
Muhammadurrosulullah
kama jasmani,
sedulur papat
kang nunggal pertapan, seje panggonan,
sriyah ariyah
wadad bayu,
reksanen ragaku,
sak mangsa ana
bebaya aku gugahen.
Mbok Sinem
adalah sebuah figur yang patut diteladani. Ia merasa bahagia dengan memberi dan
merasa sangat bahagia dengan menerima. Ketika masih sedikit orang berderma,
karena jaman susah, Sinem telah melakukannya. Setiap Lebaran, ia
membagi-bagikan uang kepada anak-anak kecil. Pada waktu mendapat punjungan atau
bancakan, sebelum yang memberi pergi, Sinem langsung mencicipi makanan yang
diberikan, sambil mengatakan bahwa masakannya enak sekali. Setiap menanak nasi
dan memasak sayur, sebelum dimakan oleh keluarga, Mbok Sinem selalu menyisihkan
dalam sebuah cawan dan diletakkan di meja khusus untuk para leluhur, Kaki-Nini.
Baginya hidup adalah memberi, terlebih memberi kelegaan kepada orang lain,
termasuk memberi kepada yang tidak kelihatan.
Hasil wawancara
dengan Slamet atau Djoyo Sumarto, anak Mbok Sinem ( sumber sedang dicari )
Komentar
Posting Komentar