Langsung ke konten utama

Asal Usul Nama desa Barongan Sumberagung Jetis Bantul



Sejarah Dusun Barongan
Sumberagung Jetis Bantul
( oleh : Ardhitya Furqon .W)

                                Barongan merupakan suatu desa yang berada di kecamatan jetis kabupaten Bantul . Desa Barongan terbagi menjadi beberapa sebutan lokasi yang menjadi cirikhas tempat tersebut tetapi bukan desa melainkan tempat sekumpulan penduduk yang secara geografis terpisah dari lokasi barongan tetapi masih dalam satu kesatuan desa barongan antara lain : Tegal merupakan sebuah perkumpulan satu trah keluarga yang terdapat di sebelah barat jalan. Umumnya di dalam masyarakat Tegal masih terikat satu darah antara penduduk satu dengan yang lain. Yang ke dua adalah desa Ngebak. Berada di sebelah paling utara desa barongan, menurut cerita penduduk yang tinggal di ngebak, dahulu kala saat masih dalam pendudukan Belanda, Ngebak merupakan lokasi salah satu poyek pabrik gula yang di sana masih di jumpai bak-bak pembuangan limbah hasil olah penyaringan gula. Sayangnya hanya di temukan bekas tembok tebal saja yang mungkin dapat saya percayai itu dalah bekas peninggalan masa Kolonial sekitar tahun 1900 an. Terlihat di depan mushola sebelah timur masih terdapat tembok besar yang sudah runtuh tetapi tekstur dari bangunan yang khas belanda yaitu tembok  tebal.  Selanjutnya adalah desa barongan baru yang terdapat di barat perempatan merupakan mayoritas penduduk pendatang [1]
   
                                   ( foto masyarakat barongan dan sekitarnya sumber Leiden Belanda)
      Dari berbagai pendapat  hasil kajian wawancara penduduk sekitar di desa barongan sumberagung jetis bantul,  saya pribadi dapat menyimpulkan ada banyak kesamaan yang saya peroleh dari pernyataan masing-masing penduduk yang tinggal di dusun barongan. Selanjutnya pernyataan tersebut juga saya sandingkan dengan beberpapa kajian peninggalan di sekitar desa tersebut juga hasil tersebut diperkuat dengan pernyataan waga yang berusia tua untuk bisa di percayai kebernaranya  walaupun tidak sepenuhnya bisa di percayai  pendapat yang ada, karena minimnya bukti konkrit yang tertulis seperti arca, bangunan, petilasan dll yang bisa memperkuat dalam sebuah teori keberadaan suatu sejarah. Namun saya mendapatkan sumber terhadap keterkaitan di desa tersebut dengan kesamaan nama, legenda , dan sumber asli dari pernyataan masyarakat barongan.[2] Berikut ulasan dari sumber lain yang menurut saya ada banyak kesamaan dibawah ini :
                                                                      ( Gambar Ilustrasi )


   Pada zaman dahulu, di desa Barongan ada sosok seorang ulama yang bernama Mbah Kyai barong. Beliau itu orangnya baik, hidupnya sederhana, tidak membedakan antara orang yang kaya dengan yang miskin. Beliau di desa Barongan berdakwah mengajarkan agama islam. Legenda desa Barongan yaitu berawal dari sosok Mbah Kyai Barong yang berasal dari Ngerum (Makkah),  beliau masuk ke Indonesia pada abad ke-11.[1] Sebelum masuk ke Yogya , beliau belajar bahasa ke Majapahit. Kemudian mulai mensyiarkan agama Islam sambil berdagang. Mbah Kyai Barong dikenal sebagai guru besar sunan Kudus dan sunan Muria. Di kota Yogya beliau menyiarkan agama Islam, dan ajarannya itu diterima dan banyak disukai oleh masyarakat. Saat beliau menyiarkan agama di daerah Barongan, banyak orang yang tertarik terhadap ajaran-ajarannya. Ketertarikan itulah, mengakibatkan banyak orang yang mengikuti dan menjadi murid Mbah Kyai Barong untuk memperdalam agama Islam. Murid-murid beliau ini berasal dari beberapa daerah di kota Yogya. Saat belajar masyarakat Barongan sangat tertarik dengan salah satu  agama yang disyiarkan beliau. Karena Kyai Barong pernah bermukim di situ dan menyebarkan ajaran agama islam kepada penduduk sehingga tempat itu dinamakan desa “Barongan".

Namun beliau tidak hanya mengajarkan Agama Islam di daerah Yogya saja tetapi ada daerah-daerah lain yang menjadi tujuan untuk beliau untuk berdakwah seperti jawa tengah dan jawa timur, bahkan di Kudus juga ada nama Desa Barongan yang konon juga mbah Kyai Barong berdakawah di daerah tersebut, Beliau wafat tidak diketahui secara pasti.




[1] Furqon. 2015. Sejarah Desa Barongan. Bantul : Arsip Pemuda Barongan.
[2]  Furqon. 2015. Sejarah Desa Barongan. Bantul : Arsip Pemuda Barongan.
[3]  Sugiarto. 2011. Selayang Pandang Desa Barongan. Kudus: Balai Desa Barongan Press

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ORGANISASI PEMUDA BARONGAN (OPB)

Cikal Bakal dan Proses Kelahiran OPB OPB adalah Organisasi Pemuda dan pemudi  Dusun Barongan Sumberagung Jetis Bantul Berdiri pada tanggal 25 Agustus 1955, di latar belakangi oleh kemauan keras para pemuda Barongan untuk mementuk wadah organisasi pemuda yang berideologi Pancasila.   Arti Lambang  organisasi adalah : 1.        Jabat Tangan yang berarti, Simbol Silaturrahmi dan persahabatan. 2.        Prisai yang berarti, ketahanan dan keampuhan dalam menghadapi tantangan dan pengaruh dari luar. 3.       Warna hitam yang berarti, rasa kepercayaan diri yang menjadi sifat dasar anggota OPB . 4.   Warna merah yang berati, rasa semangat keberanian yang selalu membara serta penuh harapan untuk menyongsong masa depan. Slogan organisasi adalah “ PEMUDA-PEMUDI BARONGAN BERFIKIR BERGERAK – BERKESADARAN BERTINDAK “ Artinya; ·          BERFIKIR BERGERAK : bergerak dalam mewujudkan cita-cita dan     tujuan organisasi, berfikir untuk mencapai tujua

Pengalaman Mistis Letda Soehari di Barongan ( Kejadian 23 September 1948 )

Pengalaman Mistis Letda Soehari di Barongan  ( Kejadian 23 September 1948 ) _ Editor,  furqonws / ardhityafw@gmail.com _  Kisah ini terjadi pada tahun 1948, sewaktu Bulan September. Pada waktu itu, aku ditugaskan sebagai salah satu kepala seksi penjagaan peralatan dan barang barang Angkatan Perang (seperti senjata dan amunisi) yang sebelumnya dipindahkan dari Kota Jogja ke gudang yang berlokasi di areal bekas Pabrik Gula Barongan, Jetis, Bantul. Ruanganku bekerja pun berada di bekas kantor pabrik yang berada di selatan sendiri dan tentunya berdekatan dengan gudang penyimpanan. Di sini aku memiliki bawahan yang bernama (sebut saja) Sersan Mayor Sumadi yang tidur sekamar denganku. Selain itu ada juga tenaga harian sipil bernama (sebut saja) Pak Songgolo dan Pak Kromo yang berasal dari daerah sekitar gudang. Waktu itu pagi hari tanggal 23 September 1948, Serma Sumadi izin pamit kepadaku untuk ke Kota Jogja demi menonton sandiwara Bintang Timur yang sedang berjalan di Alun Alun. Kar